Ujia Nasional Online Sebuah
Pencerahan Pencerahan Taeknekora
Pendidikan selalu menjadi
persoalan pelik yang setiap tahunnya menyuguhkan persoalan bagi institusi
pendidikan dasar. Beberapa tahun lalu saya piker persoalan pendidikan hanya
akan sampai pada level berapa tahun wajib sekolah, ternyata dugaan saya keliru.
Bukan hanya wajib belajar 9 tahun, kemudian menjadi 12 tahun. Program pemberantasan
buta huruf, buta angka dan aksara.
Masalah selalu berkembang seiring
perkembangan jaman taeknekora. Era ini muncul Kelompok Belajar atau KB sebelum
Taman kanak-kanak (TK), ada kemudian PAUD Pendidikan Anak Usia Dini yang jelas
menjadi lahan basah bagi pengembang industry pendidikan. Dana pemerintah mengalir
sehingga PAUD menjamur dengan kualitas yang kabur (konon katanya begitu)
taeknekora.
Kabarnya, Kemendikbud, Mulai tahun ini UN tidak
lagi menjadi standar kelulusan. perubahan ini diambil agar UN bisa digunakan
sebagai tolak ukur peningkatan mutu pendidikan. Hal tersebut, lanjut Anies,
adalah perwujudan dari semangat kembali ke UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Bahwa
tujuan perubahan UN adalah membentuk generasi pembelajar yang berintegritas sebut
Anies. (kompas).
Memang bagi pengelola sekolah dan
juga orang tua wali murid UN merupakan momok yang sangat ditakuti , karena UN
yang berlangsung hanya beberapa hari saja dapat menyirnakan harapan dan
memalukan mereka jika tidak lulus. Oleh karena itu dalam rangka menyukseskan UN
tersebut fihak sekolah bekerjasama dengan wali murid mengadakan berbagai macam
kegiatan , diantaranya ada yang mengadakan les siang dan malam, ikut bimbingan
belajar, do’a bersama sampai dengan menggelar istighosah . Hal ini dimaksudkan
agar pelaksaan UN nanti bisa berlangsung lancar dan membuahkan hasil yang baik
dengan kelulusan 100 persen dalam arti kata semua lulus
Sekolah dan guru mengemban tugas untuk mengarahkan
potensi siswa secara lebih baik. Sekolah menentukan kelulusan berdasarkan
keseluruhan mata pelajaran termasuk karakter
Lho ini bukan terobosan menurut saya, sebab jalan
seperti ibi sudah ada sejak dahulu kan? Taeknekora. UN berperan sebagai alat ukur pemetaan, UN melakukan
ujian berdasarkan beberapa mata pelajaran, lho dari dulu juga begini,
taeknekora.
Apanya yang diterobos? Kalau tidak ada UN itu baru
terobosan, kalau UN menggunakan CBT itu terobosan UN baru.
Jika dikatakan bahwa UN merupakan bagian dari
proses. Yang nantinya akan membawa generasi masa depan Indonesia menjadi
generasi yang cerdas, mandiri dan berkepribadian. Jelas ini penentunya bukan
UN, tapi tujuan pendidikan itu sendiri, taeknekora.
Jika Kemendikbud juga menentukan waktu pelaksanaan
Ujian Nasional (UN) 2015, maka berarti UN masih ada, taeknekora. Jadi UN secara serentak akan dilaksanakan pada
pertengahan April hinggan Mei.
Lihat jawalnya berikut timeline resmi pelaksaan UN
2015(Sumber: Kompas)
- Pendataan peserta UN 31 Januari 2015
- Sosialisasi UN akhir Januari 2015
- Penetapan pemenang lelang UN 3 Februari 2015
- Kontrak pengadaan bahan UN 13 Februari 2015
- Penyerahan master soal UN 27 Februari 2015
- Pencetakan bahan UN SMA 5-28 Maret 2013
- Pengiriman bahan UN SMA 29 Maret-11 April 2015
- Pengolahan hasil UN SMA 18 April-15 Mei 2015
- Pengumuman hasil UN SMA 18 Mei 2015
- Pengumuman hasil UN SMP 10 Juni 2015
Nek ngomong ujian nasional maka bukan hanya
persoalan hasil, pelaksanaan dan proses namun juga ternyata anggaran yang super
besar. Konon peserta UN untuk tahun ini mencapai 7,3 juta siswa. Anggaran untuk
masing-masing mencapai Rp 80.000 per siswa. Sehingga untuk total anggarannya
mencapai Rp 560 miliar.
Ini kabar yang perlu mendapat
perhatian besar sebab dana yang harus dibayarkan oleh siswa (dalam hal ini
adalah oran tua) jauh diatas angka yang disebutkan oleh kemendikbud. Taeknekora.
Di Kendal biaya UN ditambah lain-lain sampai pesta kelulusan mencapai angka Rp
1.200.000,- sebuah angka yang puluhan kali lipat jumlahnya. Di Kota Semarang
bahkan ada yang mencapai lebih diatas Rp 2 juta (kabar kabur). Di Demak, empat
tahun lalu biaya UN tingkat SMA sudah mencapai angka 1,9 juta, untuk SD dikenai
biaya Rp 300 ribu. Bayangkan berapa jumlah sekarang? Ah taeknekora
Anggaran sedemikian banyak
menurut pemerhati biaya pendidikan Yoe
Iem digunakan oleh panitia ujian nasional tingkat sekolah bukan semata untuk
pelaksanaan UN.
Biaya Ujian nasional yang hasrus
disetorkan kepada kemendikbud, mungkin hanya sebagian kecil saja. yang banyak
justeru biaya untuk bagaimana proses ujian nasional bisa berjalan. Misalnya
saja selama ini adalah transportasi pengawas, snack pengawas, penjaga keamanan,
dan pencetakan hasil serta fotocopy lembar kertas hasil ujian, membeli
perlengkapan lain, serta operasional pelaksanaan UN.
Banyaknya biaya karena karena
sekolah-sekolah mengadakan acara persiapan seperti try out, doa bersama dan
sebagainya. Bahkan ada yang harus mengundang motivator kelas kakap agar siswa
bisa memiliki gairah untuk lulus UN.
Jika Ujian Nasional bukan lagi
standar kelulusan dan sekedar memetakan saja maka sekolah-sekolah bisa
memangkas anggaran pelaksanaan Ujian NAsional yang sebenarnya tidak perlu. Taeknekora.
Kenapa demikian, karena ujian nasional yang terpenting dalam hal ini adalah
kemampuan siswa untuk mengerjakan soal dan menyelesaikannya dengan baik dan
benar.
Tidak perlu lagi ada biaya
pengajian umum dan doa bersama, biaya untuk motivasi, biaya untuk ziarah
ketempat suci, bahkan para guru tidak usah lagi menyogok pejabat keparat untuk
sekedar membeli jawaban atau soal kepada yang berkuasa atas UN. Taeknekora.
Sudah tersiar kabar bahwa Ujian
nasional akan dilaksanakan menggunakan komputerisasi. Itu harus di jaman ini
taeknekora. Mengapa dari masa kemasa tidak ada juga perubahan pelaksanaan ujian
nasional, masih menggunakan kertas yang produksinya lama dan tentu saja memakan
biaya yang besar serta waktu yang lama untuk mencetaknya.
Tidak aka nada lagi alasan bahwa
kotak penulisan nama tidak mencukupi karena nama terlalu panjang dan lama untuk
sekedar ngurek-urek nama menggunakan pensil 2 B.taeknekora.
Tidak akan ada lagi ujung pensil
bujel yang harus memakan waktu berfikir hanya sekedar guna meraut pensil, belum
lagi sampahnya. Maka dengan system baru komputerisasi ujian nasional menghemat
banyak hal. Sumpahlah taeknekora.
Siapkah sekolah-sekolah di daerah,
melaksanakan UN menggunakan computer secara online?
Entahlah, selentingan di kabar
online baru jawa timur yang siap. Sebanyak 198 sekolah di Jawa Timur siap
melaksanakan ujian nasional dalam jaringan online atau Computer Based Test
(CBT) pada 2015.
198 lembaga di Jatim itu sudah
disetujui dan diverifikasi oleh Pusat Penelitian Pendidikan (Pustendik), Kepala
Dinas Pendidikan Jawa Timur. Terdiri atas 57 SMP (56 SMP negeri dan satu SMP
swasta), 70 SMA (62 SMA negeri dan delapan SMA swasta), dan 71 SMK (42 SMK
negeri dan 29 SMK swasta).
Untuk sekolah di luar yang sudah
ditunjuk, katanya, bisa mengikuti UN CBT dengan cara mengajukan diri ke
Pustendik melalui Dindik setempat. Syaratnya dengan melengkapi persyaratan dan
nanti akan diverifikasi oleh Pustendik. Jelas Harun.
Lalu bagaimanakah dengan
sekolah-sekolah di daerah yang bahkan untuk computer di sekolah saja jumlahnya
masih minim. Nah itu persoalan baru yang muncul. Namun bukankah ujian nasional
itu tidak akan dilaksanakan di sekolah, akan tetapi dilaksanakan si tiap tempat
yang ditunjuk yang tentu saja disiapkan segala macam perlengkapan dan
peralatannya oleh kemendikbud pusat dan daerah. Taeknekora.
Ada syarat dan pra syarat yang
harus dipenuhi seperti halnya di jawa timur adalah kepala sekolah membuat
pernyataan kesiapan mengikuti UN CBT. surat pernyataan itu diketahui kepala dinas
pendidikan setempat dengan dilampiri spesifikasi teknik laboratorium komputer
seperti yang diinginkan dari Pustendik,.Kedua, memperhatikan perkembangan
psikologi siswa yang akan melaksanakan ujian CBT. Ketiga, kepala sekolah
bersama pengurus komite sekolah dan beberapa perwakilan murid yang akan
mengikuti UN CBT membuat pernyataan sikap yang intinya menerima apapun hasil
ujian tersebut walaupun nantinya tidak sebaik ujian dengan kertas. Keempat,
dalam waktu dekat akan dilakukan verifikasi dan validasi laboratorium komputer
yang dimiliki sekolah dari tim bentukan Pustendik.
Lho-lho-lho harusnya pemerintah
juga menyediakan ketersediaan computer dan laboratorium computer. Seperti system
CAT yang ada digunakan dalam menyeleksi CPNS.
Tapi bukan persoalan mengingat
semua alat di era ini sudah tersedia tinggal bagaimana pengawasan dilakukan
agar UN bisa lancar terlaksana tanpa
kecurangan. Ya modivikasi pelaksanakan bisa mengadopsi system seleksi CPNS. Termasuk
soal dan tempat pelaksanaan.
Jika kemudian bisa dilaksanakan
saya piker akan lebih murah dan menghemat anggaran pendidikan. Adanya beberapa
kendala bisa diatasi dengan baik.
Menurut hemat saya persoalan yang
akan muncul jika CBT jadi dilaksanakan mengadopsi pelaksaan CAT CPNS adalah
1. Tempat
ujian nasional system CBT.
2. Manajemen
soal
3. Tranportasi
4. Pengaturan
waktu memperhitungkan ketersediaan alat
5. Kemampuan
siswa
6. Pengawasan.
7. Kemungkinan
bocornya soal
Bisa diatasi dengan manajemen
waktu dan sosialisasi yang baik, oleh sekolah ataupun oleh kemendikbud. Psikologi
siswa, kemampuan siswa, saya rasa bukan masalah jika sosialisasi dilaksanakan
jauh-jauh hari sebelum hari H pelaksanaan. Ketersediaan alat bukan kendala berat, kemungkinan bocornya soal
ini akan teratasi dengan mengacak tempat duduk dan varian soal yang banyak,
atur sajalah pasti bisa. Taeknekora.
Fatul Muin, seorang emerhati
pendidikan berbagi pengalaman, katanya seminggu sebelum UN berlangsung saya
pernah berbincang-bincang dengan salah seorang guru Madrasah Aliyah yang
kebetulan Mata Pelajarannya masuk pada Ujian Nasional, dia mengaku UN merupakan
dilema baginya. Oleh karenanya sebelum UN berlangsung , sekolahnya mengadakan
try out bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan atau bimbingan belajar ,
hasilnya jauh dari harapan yaitu banyak siswa yang tidak lulus. Meskipun
diulang 2 – 3 kali hasilnyapun masih tidak menggembirakan . Sehingga andaikata
UN dijalankan sesuai aturan yang ada seperti Try out yang pernah dilakukan
secara mandiri , maka dapat dipastikan siswa dari sekolahnya banyak yang tidak
lulus dan ini menjadi masalah tersendiri baginya. Melihat kenyataan itulah maka
ada kesepakatan tersendiri ( MOU ) yang tidak tertulis antar kepala sekolah
pinggiran atau pedesaan agar UN di masing-masing sekolah tersebut dapat
berjalan dengan sukses dan hasil yang tidak mengecewakan sekolah. Taeknekora.
Menurut mereka kesepakatan
tersebut ditempuh demi kelangsungan sekolah mereka untuk waktu yang akan
datang. Sebagai contoh sekolah yang dalam UN siswanya banyak yang tidak lulus ,
dapat dipastikan akan kesulitan mendapatkan siswa dalam tahun ajaran
berikutnya. Selain itu ada pula rasa iba para guru atau pengelola sekolah jika
ada siswanya yang tidak lulus UN sehingga harus mengulang setahun, ini akan
menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa yang harus mengeluarkan biaya
lagi untuk mengulang ujian. Selain itu bagi siswa sekolah pinggiran atau
pedesaan banyak yang beranggapan jika belajar di sekolah tersebut hanyalah
mencari selembar ijasah saja , setelah itu ya selesai alias tidak melanjutkan.
Bila ada siswa yang melanjutkan jumlah sangat minim , hal ini disebabkan
terlalu mahalnya biaya di perguruan tinggi yang tidak akan terjangkau oleh
kantong mereka yang kebanyakan dari keluarga yang kurang mampu. Hal itulah yang
menyebabkan mengapa banyak sekolah pinggiran atau pedesaan yang kelulusan
siswanya jauh lebih tinggi dibandingkan sekolah diperkotaan yang notabenenya
sekolah pilihan (Fatkhul Muin, Kompasiana). Taeknekora.
Kesimpulan panjang dari apa yang
saya tulis dan copy pastekan diatas adalah bahwa Sekalilagi, jika ujian
nasional dipermudah jalannya maka ada anggaran-anggaran yang sebenarna tidak
perlu bisa dipangkas sedemikian rupa sehingga UN tidak lagi mahal. Biaya istighotsah,
biaya motivasi kedua, ketiga keempat, biaya penggandaan soal, biaya cetak soal
yang sedemikian besar.
Apalagi jika UN kemudian bisa
diulang jika tidak puas, maka siswa bisa mengukur kemampuannya dan kepuasan
terhadap nilai.
Siapkah kita, selamat datang di
negeri taeknekora.
Kendal, 31 januari 2015
Kang Didin