Ketua RT Gaul

Ketua RT Gaul
KH Muqofin, A Mirza Bc IP MSi, Kang Didin, Mr Rohadat (ketua RT 02)

Jumat, 30 Januari 2015

Ujian Nasional Online Sebuah Pencerahan Taeknekora

Ujia Nasional Online Sebuah Pencerahan Pencerahan Taeknekora
Pendidikan selalu menjadi persoalan pelik yang setiap tahunnya menyuguhkan persoalan bagi institusi pendidikan dasar. Beberapa tahun lalu saya piker persoalan pendidikan hanya akan sampai pada level berapa tahun wajib sekolah, ternyata dugaan saya keliru. Bukan hanya wajib belajar 9 tahun, kemudian menjadi 12 tahun. Program pemberantasan buta huruf, buta angka dan aksara.
Masalah selalu berkembang seiring perkembangan jaman taeknekora. Era ini muncul Kelompok Belajar atau KB sebelum Taman kanak-kanak (TK), ada kemudian PAUD Pendidikan Anak Usia Dini yang jelas menjadi lahan basah bagi pengembang industry pendidikan. Dana pemerintah mengalir sehingga PAUD menjamur dengan kualitas yang kabur (konon katanya begitu) taeknekora.
Kabarnya, Kemendikbud, Mulai tahun ini UN tidak lagi menjadi standar kelulusan. perubahan ini diambil agar UN bisa digunakan sebagai tolak ukur peningkatan mutu pendidikan. Hal tersebut, lanjut Anies, adalah perwujudan dari semangat kembali ke UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Bahwa tujuan perubahan UN adalah membentuk generasi pembelajar yang berintegritas sebut Anies. (kompas).

Memang bagi pengelola sekolah dan juga orang tua wali murid UN merupakan momok yang sangat ditakuti , karena UN yang berlangsung hanya beberapa hari saja dapat menyirnakan harapan dan memalukan mereka jika tidak lulus. Oleh karena itu dalam rangka menyukseskan UN tersebut fihak sekolah bekerjasama dengan wali murid mengadakan berbagai macam kegiatan , diantaranya ada yang mengadakan les siang dan malam, ikut bimbingan belajar, do’a bersama sampai dengan menggelar istighosah . Hal ini dimaksudkan agar pelaksaan UN nanti bisa berlangsung lancar dan membuahkan hasil yang baik dengan kelulusan 100 persen dalam arti kata semua lulus
Sekolah dan guru mengemban tugas untuk mengarahkan potensi siswa secara lebih baik. Sekolah menentukan kelulusan berdasarkan keseluruhan mata pelajaran termasuk karakter
Lho ini bukan terobosan menurut saya, sebab jalan seperti ibi sudah ada sejak dahulu kan? Taeknekora.  UN berperan sebagai alat ukur pemetaan, UN melakukan ujian berdasarkan beberapa mata pelajaran, lho dari dulu juga begini, taeknekora.
Apanya yang diterobos? Kalau tidak ada UN itu baru terobosan, kalau UN menggunakan CBT itu terobosan UN baru.
Jika dikatakan bahwa UN merupakan bagian dari proses. Yang nantinya akan membawa generasi masa depan Indonesia menjadi generasi yang cerdas, mandiri dan berkepribadian. Jelas ini penentunya bukan UN, tapi tujuan pendidikan itu sendiri, taeknekora.

Jika Kemendikbud juga menentukan waktu pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015, maka berarti UN masih ada, taeknekora. Jadi  UN secara serentak akan dilaksanakan pada pertengahan April hinggan Mei.
Lihat jawalnya berikut timeline resmi pelaksaan UN 2015(Sumber: Kompas)
- Pendataan peserta UN 31 Januari 2015
- Sosialisasi UN akhir Januari 2015
- Penetapan pemenang lelang UN 3 Februari 2015
- Kontrak pengadaan bahan UN 13 Februari 2015
- Penyerahan master soal UN 27 Februari 2015
- Pencetakan bahan UN SMA 5-28 Maret 2013
- Pengiriman bahan UN SMA 29 Maret-11 April 2015
- Pengolahan hasil UN SMA 18 April-15 Mei 2015
- Pengumuman hasil UN SMA 18 Mei 2015
- Pengumuman hasil UN SMP 10 Juni 2015

Nek ngomong ujian nasional maka bukan hanya persoalan hasil, pelaksanaan dan proses namun juga ternyata anggaran yang super besar. Konon peserta UN untuk tahun ini mencapai 7,3 juta siswa. Anggaran untuk masing-masing mencapai Rp 80.000 per siswa. Sehingga untuk total anggarannya mencapai Rp 560 miliar.

Ini kabar yang perlu mendapat perhatian besar sebab dana yang harus dibayarkan oleh siswa (dalam hal ini adalah oran tua) jauh diatas angka yang disebutkan oleh kemendikbud. Taeknekora. Di Kendal biaya UN ditambah lain-lain sampai pesta kelulusan mencapai angka Rp 1.200.000,- sebuah angka yang puluhan kali lipat jumlahnya. Di Kota Semarang bahkan ada yang mencapai lebih diatas Rp 2 juta (kabar kabur). Di Demak, empat tahun lalu biaya UN tingkat SMA sudah mencapai angka 1,9 juta, untuk SD dikenai biaya Rp 300 ribu. Bayangkan berapa jumlah sekarang? Ah taeknekora
Anggaran sedemikian banyak menurut pemerhati  biaya pendidikan Yoe Iem digunakan oleh panitia ujian nasional tingkat sekolah bukan semata untuk pelaksanaan UN.
Biaya Ujian nasional yang hasrus disetorkan kepada kemendikbud, mungkin hanya sebagian kecil saja. yang banyak justeru biaya untuk bagaimana proses ujian nasional bisa berjalan. Misalnya saja selama ini adalah transportasi pengawas, snack pengawas, penjaga keamanan, dan pencetakan hasil serta fotocopy lembar kertas hasil ujian, membeli perlengkapan lain, serta operasional pelaksanaan UN.
Banyaknya biaya karena karena sekolah-sekolah mengadakan acara persiapan seperti try out, doa bersama dan sebagainya. Bahkan ada yang harus mengundang motivator kelas kakap agar siswa bisa memiliki gairah untuk lulus UN.
Jika Ujian Nasional bukan lagi standar kelulusan dan sekedar memetakan saja maka sekolah-sekolah bisa memangkas anggaran pelaksanaan Ujian NAsional yang sebenarnya tidak perlu. Taeknekora. Kenapa demikian, karena ujian nasional yang terpenting dalam hal ini adalah kemampuan siswa untuk mengerjakan soal dan menyelesaikannya dengan baik dan benar.
Tidak perlu lagi ada biaya pengajian umum dan doa bersama, biaya untuk motivasi, biaya untuk ziarah ketempat suci, bahkan para guru tidak usah lagi menyogok pejabat keparat untuk sekedar membeli jawaban atau soal kepada yang berkuasa atas UN. Taeknekora.
Sudah tersiar kabar bahwa Ujian nasional akan dilaksanakan menggunakan komputerisasi. Itu harus di jaman ini taeknekora. Mengapa dari masa kemasa tidak ada juga perubahan pelaksanaan ujian nasional, masih menggunakan kertas yang produksinya lama dan tentu saja memakan biaya yang besar serta waktu yang lama untuk mencetaknya.
Tidak aka nada lagi alasan bahwa kotak penulisan nama tidak mencukupi karena nama terlalu panjang dan lama untuk sekedar ngurek-urek nama menggunakan pensil 2 B.taeknekora.
Tidak akan ada lagi ujung pensil bujel yang harus memakan waktu berfikir hanya sekedar guna meraut pensil, belum lagi sampahnya. Maka dengan system baru komputerisasi ujian nasional menghemat banyak hal. Sumpahlah taeknekora.
Siapkah sekolah-sekolah di daerah, melaksanakan UN menggunakan computer secara online?
Entahlah, selentingan di kabar online baru jawa timur yang siap. Sebanyak 198 sekolah di Jawa Timur siap melaksanakan ujian nasional dalam jaringan online atau Computer Based Test (CBT) pada 2015.
198 lembaga di Jatim itu sudah disetujui dan diverifikasi oleh Pusat Penelitian Pendidikan (Pustendik), Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur. Terdiri atas 57 SMP (56 SMP negeri dan satu SMP swasta), 70 SMA (62 SMA negeri dan delapan SMA swasta), dan 71 SMK (42 SMK negeri dan 29 SMK swasta).
Untuk sekolah di luar yang sudah ditunjuk, katanya, bisa mengikuti UN CBT dengan cara mengajukan diri ke Pustendik melalui Dindik setempat. Syaratnya dengan melengkapi persyaratan dan nanti akan diverifikasi oleh Pustendik. Jelas Harun.
Lalu bagaimanakah dengan sekolah-sekolah di daerah yang bahkan untuk computer di sekolah saja jumlahnya masih minim. Nah itu persoalan baru yang muncul. Namun bukankah ujian nasional itu tidak akan dilaksanakan di sekolah, akan tetapi dilaksanakan si tiap tempat yang ditunjuk yang tentu saja disiapkan segala macam perlengkapan dan peralatannya oleh kemendikbud pusat dan daerah. Taeknekora.
Ada syarat dan pra syarat yang harus dipenuhi seperti halnya di jawa timur adalah kepala sekolah membuat pernyataan kesiapan mengikuti UN CBT. surat pernyataan itu diketahui kepala dinas pendidikan setempat dengan dilampiri spesifikasi teknik laboratorium komputer seperti yang diinginkan dari Pustendik,.Kedua, memperhatikan perkembangan psikologi siswa yang akan melaksanakan ujian CBT. Ketiga, kepala sekolah bersama pengurus komite sekolah dan beberapa perwakilan murid yang akan mengikuti UN CBT membuat pernyataan sikap yang intinya menerima apapun hasil ujian tersebut walaupun nantinya tidak sebaik ujian dengan kertas. Keempat, dalam waktu dekat akan dilakukan verifikasi dan validasi laboratorium komputer yang dimiliki sekolah dari tim bentukan Pustendik.
Lho-lho-lho harusnya pemerintah juga menyediakan ketersediaan computer dan laboratorium computer. Seperti system CAT yang ada digunakan dalam menyeleksi CPNS.
Tapi bukan persoalan mengingat semua alat di era ini sudah tersedia tinggal bagaimana pengawasan dilakukan agar UN  bisa lancar terlaksana tanpa kecurangan. Ya modivikasi pelaksanakan bisa mengadopsi system seleksi CPNS. Termasuk soal dan tempat pelaksanaan.
Jika kemudian bisa dilaksanakan saya piker akan lebih murah dan menghemat anggaran pendidikan. Adanya beberapa kendala bisa diatasi dengan baik.
Menurut hemat saya persoalan yang akan muncul jika CBT jadi dilaksanakan mengadopsi pelaksaan CAT CPNS adalah
1.       Tempat ujian nasional system CBT.
2.       Manajemen soal
3.       Tranportasi
4.       Pengaturan waktu memperhitungkan ketersediaan alat
5.       Kemampuan siswa
6.       Pengawasan.
7.       Kemungkinan bocornya soal
Bisa diatasi dengan manajemen waktu dan sosialisasi yang baik, oleh sekolah ataupun oleh kemendikbud. Psikologi siswa, kemampuan siswa, saya rasa bukan masalah jika sosialisasi dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum hari H pelaksanaan. Ketersediaan alat  bukan kendala berat, kemungkinan bocornya soal ini akan teratasi dengan mengacak tempat duduk dan varian soal yang banyak, atur sajalah pasti bisa. Taeknekora.
Fatul Muin, seorang emerhati pendidikan berbagi pengalaman, katanya seminggu sebelum UN berlangsung saya pernah berbincang-bincang dengan salah seorang guru Madrasah Aliyah yang kebetulan Mata Pelajarannya masuk pada Ujian Nasional, dia mengaku UN merupakan dilema baginya. Oleh karenanya sebelum UN berlangsung , sekolahnya mengadakan try out bekerja sama dengan sebuah lembaga pendidikan atau bimbingan belajar , hasilnya jauh dari harapan yaitu banyak siswa yang tidak lulus. Meskipun diulang 2 – 3 kali hasilnyapun masih tidak menggembirakan . Sehingga andaikata UN dijalankan sesuai aturan yang ada seperti Try out yang pernah dilakukan secara mandiri , maka dapat dipastikan siswa dari sekolahnya banyak yang tidak lulus dan ini menjadi masalah tersendiri baginya. Melihat kenyataan itulah maka ada kesepakatan tersendiri ( MOU ) yang tidak tertulis antar kepala sekolah pinggiran atau pedesaan agar UN di masing-masing sekolah tersebut dapat berjalan dengan sukses dan hasil yang tidak mengecewakan sekolah. Taeknekora.
Menurut mereka kesepakatan tersebut ditempuh demi kelangsungan sekolah mereka untuk waktu yang akan datang. Sebagai contoh sekolah yang dalam UN siswanya banyak yang tidak lulus , dapat dipastikan akan kesulitan mendapatkan siswa dalam tahun ajaran berikutnya. Selain itu ada pula rasa iba para guru atau pengelola sekolah jika ada siswanya yang tidak lulus UN sehingga harus mengulang setahun, ini akan menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa yang harus mengeluarkan biaya lagi untuk mengulang ujian. Selain itu bagi siswa sekolah pinggiran atau pedesaan banyak yang beranggapan jika belajar di sekolah tersebut hanyalah mencari selembar ijasah saja , setelah itu ya selesai alias tidak melanjutkan. Bila ada siswa yang melanjutkan jumlah sangat minim , hal ini disebabkan terlalu mahalnya biaya di perguruan tinggi yang tidak akan terjangkau oleh kantong mereka yang kebanyakan dari keluarga yang kurang mampu. Hal itulah yang menyebabkan mengapa banyak sekolah pinggiran atau pedesaan yang kelulusan siswanya jauh lebih tinggi dibandingkan sekolah diperkotaan yang notabenenya sekolah pilihan (Fatkhul Muin, Kompasiana). Taeknekora.
Kesimpulan panjang dari apa yang saya tulis dan copy pastekan diatas adalah bahwa Sekalilagi, jika ujian nasional dipermudah jalannya maka ada anggaran-anggaran yang sebenarna tidak perlu bisa dipangkas sedemikian rupa sehingga UN tidak lagi mahal. Biaya istighotsah, biaya motivasi kedua, ketiga keempat, biaya penggandaan soal, biaya cetak soal yang sedemikian besar.
Apalagi jika UN kemudian bisa diulang jika tidak puas, maka siswa bisa mengukur kemampuannya dan kepuasan terhadap nilai.
Siapkah kita, selamat datang di negeri taeknekora.
Kendal, 31 januari 2015
Kang Didin



Tidak ada komentar:

Posting Komentar